Setiap orang yang mati pasti akan meninggalkan nama dan jejak rekam yang baik maupun buruk bagi keluarga, masyarakat dan generasi sesudahnya. Maka di sini timbul pertanyaanpertanyaan, bagaimana kita meninggalkan nama yang harum bagi generasi di belakang kita? Seperti apa kita akan diingat ketika kita sudah tidak lagi ada di dunia ini? Ketika mendengar nama kita, apa yang akan dikenang orang? Kebaikan atau kejahatan? Orang yang bersih atau koruptor? Orang yang jujur atau pendusta dan penipu? Orang yang amanah atau pengkhianat dan seterusnya.
Nama kita akan dikenang orang sesuai dengan bagaimana perbuatan kita selama hidup di dunia. Jangan lupa bahwa nama ini akan kita wariskan pula ke anak cucu kita. Betapa kasihan anak-anak, jika mereka akan dikenal sebagai anak penjahat, koruptor, penipu, pelacur, penjudi, pemabuk, pembunuh, penyebar kebatilan dan kesesatan, dan lain-lain. Sesuatu yang bukan kesalahan mereka, namun mereka harus menanggungnya sepanjang hidup. Karena itu, pembentukan nama baik adalah hal yang penting untuk selalu kita perhatikan dan jaga.
MENGABADIKAN NAMA BAIK DALAM PANDANGAN MANUSIA
Sebagian orang yang tamak dan berambisi meraih ketenaran, popularitas dan kenangan yang baik, mereka melakukan hal-hal yang dianggapnya dapat mengabadikan nama baiknya. Di antara langkah yang banyak dilakukan oleh sebagian orang dalam rangka itu, mereka membuat patung-patung baik oleh diri mereka sendiri ketika masih hidup atau dibuat oleh keluarganya atau orang lain dari generasi penerusnya yang menghargai dan menghormatinya karena memandang bahwa orang tersebut memiliki jasa-jasa dan kebaikan yang besar bagi orang lain dan kehidupan.
Sebagian lain ada yang menggantungkan prasasti-prasasti yang bertuliskan nama mereka pada bangunan-bangunan yang mereka buat seperti masjid, pesantren atau sekolah atau selainnya. Ada pula yang menempuh cara membagi-bagikan sumbangan kepada masyarakat baik berupa uang ataupun bahan makanan pokok demi mendapatkan simpati, mengharumkan nama, dan agar jasanya dikenang oleh masyarakat. Dan masih banyak cara lain yang dilakukan oleh manusia dalam rangka membangun reputasi diri dan mengabadikan serta mengharumkan namanya.
SIAPAKAH ORANG YANG PALING HARUM NAMANYA SEPANJANG SEJARAH KEHIDUPAN MANUSIA?
Orang yang baik dan memiliki jasa besar bagi manusia dan kehidupan akan selalu dikenang oleh sejarah. Semakin besar jasa dan manfaat seseorang bagi manusia, maka semakin harum namanya dan semakin banyak pula orang yang mengenangnya. Dan pada setiap generasi hampir dipastikan terdapat orang-orang yang berjasa besar bagi generasinya dan dikenang kebaikan-kebaikannya.
Tak diragukan lagi, insan terbaik dan paling harum namanya sepanjang zaman di dunia dan akhirat, dan disepakati oleh kawan dan lawan, tiada lain adalah Rasûlullâh Muhamamd bin ‘Abdillâh n yang Allâh سبحانه وتعالى utus sebagai penutup para nabi dan rasul. Hal ini dikarenakan beliau merupakan manusia yang paling besar jasa dan manfaatnya bagi seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini. Beliau diutus oleh Allâh سبحانه وتعالى sebagai pembawa rahmat bagi alam semesta. Allâh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS. al-Anbiyâ’/21:107)
Rasûlullâh n menjadi orang yang paling harum namanya dan paling dikenang jasa-jasanya oleh manusia sepanjang zaman di dunia dan akhirat berdasarkan firman Allâh سبحانه وتعالى :
وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَۗ
Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu (QS. al-Insyirâh/94:4)
Imam Qatâdah رحمه الله ,seorang ulama tafsir, menafsirkan ayat ini dengan mengatakan, “Bahwa Allâh meninggikan nama Nabi n di dunia dan akhirat. Tiada seorang khatib, orang yang membaca tasyahud dan mendirikan shalat melainkan mengucapkan, ‘Asyhadau an lâ ilâha illallâh wa asyhadu anna muhammadan rasûlullâh’.
MENGHARUMKAN NAMA BAIK DALAM PANDANGAN ISLAM
Dengan pembahasan ini, kita tidak berniat untuk dikenang oleh sejarah, dan jangan sampai ada di antara kita yang berbuat suatu kebaikan karena ingin dikenang, menjadi buah bibir atau dianggap hebat karena itu bisa-bisa akan membuat kita lalai dan terserang penyakit riya’ (berbuat baik karena mau dilihat orang). Tapi faktanya memang seperti itu. Orang yang baik akan dikenang kebaikannya. Demikian pula sebaliknya, orang yang jahat dan buruk akan diingat kejahatan dan keburukannya.
Sebagai seorang Muslim, kita semua pasti tidak ingin menjadi kenangan buruk bagi orang-orang sesudah kita. Namun kita juga tidak berharap untuk dihormati, dihargai, atau mendapatkan kemuliaan dari manusia. Akan tetapi, hendaknya kita semua berharap kemuliaan dan keridhaan dari Allâh, Dzat Yang Maha Mulia semata. Nabi n bersabda:
مَنِ الْتَمَسَ رِضَى اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنهُ وَأَرْضَى النَّاسَ عَنْهُ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ
Barangsiapa mencari keridhaan dari Allâh (saja) meskipun manusia benci kepadanya, niscaya Allâh akan ridha kepadanya dan Dia akan menjadikan manusia menyukainya pula. Dan barangsiapa mencari keridhaan dari manusia dengan membuat Allâh murka kepadanya, niscaya Allâh akan murka kepadanya dan Dia akan menjadikan manusia murka kepadanya pula.” (HR. Ibnu Hibbân, no.276 (I/497), dari ‘Aisyah x dengan sanad hasan).
Untuk itu, tindakan apapun yang kita lakukan hendaknya diniatkan semata-mata mengharap keridhaan dan balasan dari Allâh سبحانه وتعالى . Tidak mengharapkan sesuatu apapun dari manusia baik berupa pujian, imbalan, popularitas dan ketenaran maupun lainnya. Allâh berfirman:
اِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللّٰهِ لَا نُرِيْدُ مِنْكُمْ جَزَاۤءً وَّلَا شُكُوْرًا
Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih (Qs al-Insaan/76:9)
Jangan sampai kita melakukan suatu amalan dengan niat dan tujuan supaya dikenang dan dipuji oleh manusia, karena hal ini akan menyebabkan kebinasaan. Sebagaimana dikabarkan oleh Nabi n dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Shahîhnya (no.1905) tentang golongan manusia yang pertama kali diadili oleh Allâh سبحانه وتعالى dan dicampakkan ke dalam api neraka pada hari Kiamat, padahal mereka berjihad di jalan Allâh, menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’ân, dan bersedekah, namun mereka mengerjakan ibadah-ibadah yang agung tersebut bukan karena mencari ridha Allâh سبحانه وتعالى .
Sikap seorang Muslim manakala mendengar banyak pujian orang terhadap dirinya, maka ia pun semakin banyak beristigfar kepada Allâh سبحانه وتعالى . Dia takut kepada Allâh k, jangan sampai sanjungan itu membuat dirinya riya’, sehingga bermotivasi dalam badah dan segala aktivitasnya karena mau dikenang, atau dilihat orang lain. Salah seorang sahabat Rasûlullâh n tatkala menerima atau mendengar pujian kepada dirinya, dia berkata:
اللَّهُمَّ لَا تُؤَاخِذْنِيْ بِمَا يَقُوْلُوْنَ، وَاغْفِرْلِيْ مَا لَايَعْلَمُوْنَ، وَاجْعَلْنِيْ خَيْرًا مِمَّا يُظُنُّوْنَ
Ya Allâh, semoga Engkau tidak menghukumku karena apa yang mereka katakan.Ampunilah aku atas apa yang tidak mereka ketahui. (Dan jadikanlah aku lebih baik daripada yang mereka perkirakan).” (HR. al-Bukhâri dalam al-Adabul Mufrad no. 761. Isnad hadits tersebut dinyatakan shahih oleh al-Albâni dalam Shahîh al-Adabul Mufrad no. 585. Kalimat dalam kurung tambahan dari al-Baihaqi dalam Syu’abul Imân 4/228 dari jalan lain).
BEBERAPA AMALAN ISLAM YANG DAPAT MENGHARUMKAN NAMA DI DUNIA DAN AKHIRAT 1
Berikut ini kami akan sebutkan beberapa amalan yang bisa mengharumkan nama seorang hamba ketika ia masih hidup di dunia ini ataupun sesudah meninggalnya berdasarkan dalil-dalil syar’i:
- Beriman dan bertakwa kepada Allâh سبحانه وتعالى kapanpun dan di manapun.
Hal ini merupakan perkara yang paling agung dan paling utama untuk mengharumkan nama seorang hamba di dunia dan akhirat. Karena apabila seorang hamba telah beriman kepada Allâh سبحانه وتعالى dan senantiasa bertakwa kepada-Nya, maka Allâh سبحانه وتعالى akan mencintainya dan memerintahkan para malaikat dan hamba-hamba-Nya yang lain untuk mencintainya. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ : إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا نَادَى جِبْرِيْلَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيْلُ
Dari Abu Hurairah z , ia berkata: Rasûlullâh n bersabda: “Sesungguhnya Allâh Tabâraka wa Ta’âla apabila mencintai seorang hamba, Dia berkata kepada malaikat Jibril, “Sesungguhnya Allâh telah mencintai si Fulan, maka cintailah dia”, maka Jibril pun mencintainya. Lalu Jibril berseru di langit dengan mengatakan, “Sesungguhnya Allâh telah mencintai si Fulan, maka cintailah ia”, maka (para malaikat) penghuni langit pun mencintainya. Selanjutnya orang tersebut diterima oleh para penduduk bumi.” (HR. al-Bukhâri no.7047 dan Muslim no.2637)
Dari sini kita dapat mengetahui bahwa untuk membangun reputasi dan memiliki nama yang harum serta dicintai oleh Allâh k, para malaikat dan manusia, hendaknya kita berupaya memperoleh kecintaan Allâh سبحانه وتعالى dengan cara beriman dan bertakwa dengan sebenar-benarnya.
- Mengajarkan ilmu yang bermanfaat dan menuliskannya
Hal ini bisa dilakukan oleh para Ulama dan penuntut ilmu yang telah mapan keilmuannya dengan cara mengajarkan perkara-perkara agama kepada manusia. Di samping itu, juga dengan cara mengarang dan menuliskan ilmunya dalam sebuah majalah atau buku atau media agar ilmunya terjaga, tersebar luas dan bermanfaat bagi generasi-generasi sesudahnya.
Berapa banyak ulama yang meninggal dunia semenjak ratusan tahun yang lalu, akan tetapi ilmunya masih ada, dikenang dan dimanfaatkan melalui kitab-kitab yang telah dikarangnya lalu dipakai oleh generasi ke generasi sesudahnya dengan perantara para muridnya, kemudian para pencari ilmu setelah mereka. Dan setiap kali kaum Muslimin menyebutkan nama penulisnya, mereka selalu mendoakan kebaikan dan memohon rahmat dan ampunan kepada Allâh سبحانه وتعالى baginya. Ini adalah keutamaan dan karunia dari Allâh سبحانه وتعالى yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Berapa banyak generasi yang diselamatkan Allâh سبحانه وتعالى dari kesesatan dengan jasa seorang ulama. Karenanya, ulama itu mendapatkan ganjaran seperti pahala orang yang mengikutinya sampai hari Kiamat. Rasûlullâh n bersabda:
مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَلَهُ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهِ لَايَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ العَامِلِ
Barangsiapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi dari pahala orang yang mengamalkannya sedikit pun (HR. Ibnu Mâjah no.240 (I/88), dan dihasankan oleh Syaikh al-Albâni).
Sama saja, apakah dia mengajarkan ilmu tersebut kepada orang lain secara langsung atau berupa buku-buku berisi kebaikan yang dipelajari orang setelah kematiannya.
- Sedekah jariyah
Sedekah jariyah adalah suatu ketaatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengharapkan ridha Allâh k, agar orang-orang umum bisa memanfaatkan harta yang disedekahkannya tersebut sehingga pahalanya mengalir baginya sepanjang barang tersebut masih ada.
Para ulama telah menafsirkan sedekah jariyah dengan wakaf untuk kebaikan. Seperti mewakafkan tanah, masjid, madrasah, rumah hunian, kebun kurma, mushaf al-Qur’ân, kitab yang berguna, dan lain sebagainya. Mewakafkan barang yang bermanfaat termasuk amalan yang paling mulia yang bisa dilakukan seseorang untuk kemuliaan dirinya di dunia dan akhirat.
Rasûlullâh n bersabda:
إِذَا مَاتَ إِبْنُ آدَمَ إِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendo’akannya (HR. Muslim (5/73))
- Mendidik anak menjadi anak-anak shalih
Anak adalah anugerah Allâh سبحانه وتعالى yang diamanahkan kepada kedua orang tuanya. Amanah ini akan dimintai pertanggungjawabannya kelak pada hari Kiamat. Orang tua akan selamat dan sukses di dunia dan akhirat apabila mampumenunaikan amanah ini dengan sebaikbaiknya. Kesuksesan orang tua dalam mengemban amanah ini ditandai dengan kesuksesannya dalam mendidik anaknya menjadi anak-anak shalih yang taat kepada Allâh سبحانه وتعالى dan berbakti kepada kedua orang tuanya serta bermanfaat bagi orang lain. Semakin banyak kebaikan dan manfaat yang dilakukan oleh anak-anak shalih tersebut, maka semakin banyak pahala yang mengalir kepada kedua orang tuanya dan semakin banyak pula orang memuji dan mengenangnya. Nabi n bersabda:
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua. (Hadits shahih riwayat Abu Dâwud no. 3528 dan an-Nasâi no. 4451.)
Ini berarti amalan dari anaknya yang shalih masih tetap bermanfaat bagi orang tuanya walaupun sudah berada di liang lahat karena anak adalah hasil jerih payah orang tua yang pantas mereka nikmati.
- Zuhud terhadap apa yang dimiliki orang lain
Zuhud (tidak meminta-minta dan berharap) terhadap apa yang dimiliki orang lain dapat menyebabkan seseorang dicintai oleh manusia. Di samping itu juga, Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang zuhud. Sahabat Sahl bin Sa’d as-Sa’idi z menceritakan bahwa ada seseorang yang datang kepada Rasûlullâh n kemudian berkata: “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku satu amalan yang jika aku mengamalkannya maka aku akan dicintai oleh Allâh dan dicintai manusia.” Rasûlullâh n menjawab: “Bersikaplah zuhud terhadap dunia, niscaya Allâh mencintaimu, dan bersikaplah zuhud terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya engkau akan dicintai manusia.” (HR. Ibnu Mâjah no.4102 dan ini lafazhnya, ath-Thabrâni dalam al-Mu’jam al-Kabîr no.5972, al-Hâkim IV/313. Lihat Shahîh al-Jâmi’ ash-Shaghîr no.922).
Hasan al-Bashri رحمه الله berkata: “Engkau senantiasa menjadi mulia di mata manusia, atau manusia senantiasa memuliakanmu jika engkau tidak mengambil apa yang ada di tangan manusia. Jika engkau mengambil apa yang ada di tangan manusia, mereka meremehkanmu, membenci perkataanmu dan benci kepadamu.” (Jami’ul ‘Ulûm wal Hikam karya al-Hâfizh Ibnu Rajab al-Hambali II/204-205)
Ada seorang Arab Badui bertanya kepada penduduk Bashrah, “Siapakah orang mulia di kota ini?” Penduduk Bashrah menjawab, “(Dia adalah) Hasan (maksudnya Hasan al-Bashri seorang ulama dari generasi Tabi’in, pen).” Orang Arab Badui itu bertanya lagi, “Kenapa ia mulia bagi penduduk Bashrah?” Penduduk Bashrah menjawab, “Manusia membutuhkan ilmunya, sedangkan ia tidak membutuhkan dunia mereka.” (Jami’ul ‘Ulûm wal Hikam II/206)
- Berakhlak dan bermuamalah yang baik kepada sesama manusia
Manusia yang paling mulia akhlaknya dan paling baik muamalahnya adalah Rasûlullâh n . Beliau senantiasa berakhlak dan bermuamalah dengan baik kepada seluruh makhluk. Karena salah satu tugas mulia beliau dalam berdakwah adalah menyempurnakan akhlak yang mulia. Oleh karenanya, beliau menjadi manusia yang paling harum namanya dan paling dikenang keluhuran akhlaknya oleh manusia sepanjang sejarah.
Terdapat banyak dalil syar’i yang memberikan pujian dan sanjungan kepada orang-orang yang berakhlak mulia dan bermuamalah baik dengan sesama manusia. Di antaranya, dua hadits berikut ini:
إِنَّ مِنْ أَخْيَرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ خُلُقًا
Sesungguhnya sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya (HR. al-Bukhâri no.6029 (X/452) dan Muslim (IV/1810) no.3321).
خَيْرُ الأَصْحَابِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ
وَخَيْرُ الجِيْرَانِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ
Sebaik-baik sahabat di sisi Allâh ialah orang yang paling berbuat baik kepada sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allâh ialah orang yang paling banyak berbuat baik kepada tetangganya (HR. at-Tirmidzi IV/333 no.1944, al-Hâkim (IV/181)
- Suka membantu dan meringankan beban orang lain
Orang yang gemar membantu dan meringankan beban dan kesulitan orang lain baik dengan harta benda, perkataan, perbuatan, pikiran positif ataupun lainnya, dia akan dicintai dan dikenang jasa-jasa baiknya oleh manusia. Ini dikarenakan jiwa manusia secara fitrah mencintai siapa saja yang suka menolong dan berbudi baik kepadanya.
Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata ketika menyebutkan pendapat para ulama tentang amalan yang paling utama: “Golongan ketiga berpendapat bahwa ibadah yang paling utama dan bermanfaat ialah amalan apa saja yang mengandung manfaat yang mengalir kepada orang lain seperti membantu orang-orang fakir, menyibukkan diri dengan hal-hal yang ada maslahatnya bagi manusia, memenuhi kebutuhan mereka, dan membantu mereka dengan harta, kedudukan dan jasa lainnya. Itu semua lebih utama daripada ibadah yang manfaatnya terbatas bagi pelakunya saja.” (Madârijus Sâlikîn (I/87) dengan sedikitperubahan. Kutipan dari Tajrîdul Ittibâ’ fî Bayâni Asbâabi Tafâdhulil A’mâl, karya Dr. Ibrâhim bin Amir ar-Ruhaili hlm.153).
Al-Hâfizh Ibnu Rajab رحمه الله berkata: “Secara garis besar, sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat bagi orang lain, dan paling bersabar dalam menghadapi gangguan manusia. Hal ini sebagaimana firman Allâh سبحانه وتعالى yang artinya: (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allâh menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali ‘Imrân/ 3:134) (Lathâiful Ma’ârif hlm.411. Kutipan dari Tajrîdul Ittibâ’ fî Bayâni Asbâbi Tafâdhulil A’mâl hlm. 154).
Penutup
Demikian pembahasan sederhana ini kami tulis dengan harapan agar menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat, yang senantiasa mengalirkan pahala dan memperberat timbangan amalan pada hari kiamat kelak. Wallahu ta’ala a’lam bish-showab.
Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawaz